SEKILAS MENGENAI BADAK JAWA
Hewan asli terbesar yang ada di pulau Jawa adalah Badak Jawa atau javan rhinoceros (Rhinoceros
sondaicus). Hewan ini dapat mencapai berat hingga 2,3 ton. Ketika
populasinya masih stabil, Badak Jawa tersebar di sebagian besar wilyah
Jawa Barat, seperti gunung Gede-Pangrango, Gunung salak, Gn. Tangkuban Perahu
dan gunung Ciremei. Badak Jawa merupakan salah satu anggota dari famili
Rhinocerotidae yang juga adalah salah satu dari 5 jenis badak yang masih ada. Badak
India dan Badak Jawa masuk dalam genus yang sama dengan ciri memiliki
kulit bermosaik yang mirip baja. Pada zaman dahulu diantara semua jenis badak
endemik Asia, Badak Jawa merupakan
spesies yang wilayah penyebarannya paling luas. Meskipun disebut “Badak
Jawa” namun badak ini pernah hidup diseluruh Nusantara, sepanjang Asia Tenggara dan di India serta Tiongkok.
Namun kini Badak Jawa berada
diambang kepunahan. Populasinya yang hanya ada di alam bebas diperkirakan
sekitar 40 – 50 ekor yang tersisa di Taman Nasional Ujung Kulon. Hal ini
menyebabkan Badak Jawa disebut sebagai mamalia terlangka di bumi.
CIRI FISIK BADAK JAWA
Berbicara
mengenai ciri fisik Badak Jawa, bila
dibandingkan dengan Badak India, Badak
Jawa memiliki tubuh yang lebih kecil yang lebih mendekati badak hitam. Berdasarkan
pengamatan, panjang badan Badak Jawa termasuk kepala kurang lebih 3 –
3,3 m dan tinggi 1,3 – 1,8 m. Untuk berat, badak dewasa memiliki berat
antara 900 hingga 2.400 kilogram. Tak tampak perbedaan yang mencolok antara Badak
Jawa jantan dan betina, namun badak betina memiliki tubuh yang sedikit
lebih besar. Dibanding dengan jenis badak lain, Badak Jawa memiliki kesamaan
pada cula, yaitu hanya memiliki satu cula. Culanya juga
merupakan cula terkecil dari semua badak. Panjang cula biasanya sekitar 20 cm
lebih sedikit. Cula terpanjang yang pernah ditemukan berukuran 27 cm. Badak Jawa
menggunakan culanya bukan untuk bertarung melainkan untuk menyingkirkan lumpur
di kubangannya, atau untuk membuka jalan melalui vegetasi tebal dan menarik
tanaman untuk dimakan. Ciri fisik lain yang dimiliki oleh Badak Jawa adalah bibir
panjang, atas dan tinggi yang sangat membantu dalam mengambil makanan. Sama
seperti semua badak pada umumnya, Badak Jawa memiliki daya pandangan mata yang
buruk namun memiliki pendengaran serta penciuman yang sangat baik. Umur Badak
Jawa diperkirakan hanya sekitar 30 – 45 tahun. Kulitnya berwarna
abu kecoklatan atau abu-abu. Pembungkus leher dari Badak Jawa berukuran
lebih kecil dari Badak India, namun tetap berbentuk seperti pelana kuda pada
pundaknya.
Sebenarnya,
Badak Jawa merupakan hewan
yang tenang, namun mereka biasa bertindak agresif ketika sedang berkembang biak
atau ketika sedang mengasuh anak. Terkadang mereka berkerumun dalam kelompok-kelompok
yang kecil di tempat dimana mereka mencari kubangan lumpur yang mengandung
mineral. Kebiasaan
mereka berkubang ternyata memiliki
fungsi yaitu untuk mencegah penyakit dan parasit serta untuk menjaga suhu
tubuh. Umumnya,
Badak Jawa lebih senang untuk
menggunakan kubangan dari hewan lain maupun memperbesar kubangan yang muncul
secara alami dibanding menggali kubangannya sendiri. Mereka lebih
menyenangi kubangan yang mengandung banyak mineral karena bermanfaat bagi kulit
mereka.
HABITAT BADAK JAWA
Saat ini, hanya dua tempat hidup Badak
Jawa yang diketahui, yaitu di Taman Nasional Ujung Kulon di Jawa Barat dan
Taman Nasional Cat Tien yang treletak 150 km disebelah utara kota Ho Chi Minh. Badak
Jawa biasanya menyukai hutan yang teduh dan rapat, juga tempat-tempat
yang rimbun dengan semak dan tanaman perdu yang rapat. Badak Jawa juga lebih
senang menghindari tempat yang terbuka, terutama pada siang hari. Hal ini
dikarenakan Badak Jawa memilih berlindung dari kejaran manusia. Wilayah jelajah
untuk badak jantan diperkirakan sekitar 25 – 30 km2 sedangkan untuk
badak betina, wilayah jelajahnya hanya sekitar 10 – 20 km2. Pada tahun
1937, populasi Badak Jawa di Ujung Kulon ditaksir hanya sekitar 25 ekor. Kemudian,
untuk pertama kalinya diadakan sensus untuk Badak Jawa. Hasil yang diperoleh,
populasi Badak Jawa pada saat itu sekitar 21 – 28 ekor. Perburuan merupakan
faktor utama selain kelahiran anak yang mempengaruhi naik turunnya populasi
badak. Berkat pengawasan yang ketat terhadap habitat badak, populasinya terus
meningkat hingga 45 ekor pada tahun 1975. Hasil sensus sampai tahun 1989,
populasi Badak Jawa meningkat menjadi 62 ekor.
WWF dan Balai TNUK (Taman Nasional Ujung Kulon) terus memantau
perkembangan populasi Badak Jawa,
namun pada sensus terakhir yang dilakukan pada tahun 2006, populasi Badak Jawa yang masih hidup di
Ujung Kulon hanya 20 – 27 ekor saja.
0 comments:
Post a Comment
Berkomentarlah yang sesuai dengan topik di atas. Saran teman-teman juga diperlukan untuk meningkatkan kualitas blog ini.
Terima Kasih :)